Indikator kemajuan adalah dengan ilmu

Warnai duniamu dengan ilmu niscaya keindahan hidup engkau dapatkan.

Pemuda itu mulia karena ilmunya

Tuntutlah ilmu, niscaya kemuliaan Engkau dapatkan.

Masa depan milik mereka yang berilmu

Dengan ilmu niscaya engkau semakin dekat dengan Tuhanmu

Menuntut ilmu itu wajib

Selamatkan dunia dengan ilmu pengetahuan

Dengan ilmu, dunia begitu berwarna

Warnai masa mudamu dengan ilmu

Selasa, 28 Juli 2015

Ini Model Pesawat Terbang Masa Depan

Pesawat terbang masa depan
REPUBLIKA.CO.ID, BELANDA -- Saat ini bentuk pesawat terbang bermacam-macam. Namun para ahli teknologi di Belanda tengah melakukan penelitian untuk membuat bentuk pesawat masa depan yang lebih efisien.

Pesawat masa depan bisa jadi berbentuk ramping dan efisien dengan sayap menyatu. Saat ini bentuk seperti itu diajukan dalam proposal oleh Delft University of Technology di Belanda.

Seperti dilansir dari The Telegraph, Rabu (29/7) digambarkan pesawat akan memiliki sebuah sayap yang dicampur dengan salah satu badan yang terhubung ke bagian yang lain. Sayap pesaaat tidak lagi dibuat secara terpisah. Ini akan menjadi salah satu dari sejumlah inovasi yang telah diperdebatkan sebagai akibat dari Advanced Hybrid Engine Airplane Developer (AHEAD) yakni penelitian yang dua organisasi. 

Penelitian ini berkembang melihat para akademisi, produsen dan pakar penerbangan mempertimbangkan pesawat yang lebih berteknologi tinggi. Pesawat yang dapat dikembangkan dengan peningkatan pengalaman penerbangan.

Pesawat itu dianggap akan meminimalkan hambatan dan mengurangi konsumsi bahan bakar. Sebuah desain mesin yang baru juga akan memberikan efisiensi yang lebih baik juga. Mesin akan digunakan dengan mesin hybrid dan perubahan teknologi yang rumit lainnya lebih lanjut.

Rincian lebih tepat dapat ditemukan dalam laporan yang dilakukan peneliti pada pengembangan. Namun masyarakat umum tidak mungkin untuk melihat hasil penelitian ini pada kenyataannya sampai sekitar tahun 2050. Meskipun jauh, itu adalah usulan yang ambisius untuk jenis yang sangat berbeda dari pesawat komersial.

Desain ini dirilis pada musim semi dengan mengusung tenaga hidrogen. Sementara itu konsep pesawat yang diusung pakar di Barcelona, VINALS akan memanfaatkan teknologi baru yang lahir untuk terbang dengan emisi nol dan pada volume 75 persen lebih tenang daripada pesawat hari ini. Pesawat 800-penumpang juga akan mencakup kelebihan dari kabin kelas satu yang dapat menampung bioskop panorama dan layar 3D. Desain Vinals diklaim bisa diwujudkan oleh 2030. 

Diharapkan akan pada tahun 2020-an, sejumlah pesawat supersonik komersial saat ini sedang dikembangkan oleh NASA dan lain-lain juga. Penambahan kecepatan klaim bisa membuat penerbangan dari London ke Sydney lebih cepat. Meskipun sedang dikembangkan oleh perusahaan yang berbeda, sejumlah pangsa pesawat inovasi yang diusulkan umum yakni menghapus kabin berjendela.

sumber : http://gayahidup.republika.co.id/berita/gaya-hidup/travelling/15/07/29/ns8531359-ini-model-pesawat-terbang-masa-depan

Senin, 27 Juli 2015

Budidaya Ikan Endemis Belum Jadi Kepedulian

JAKARTA, KOMPAS — Beragam ikan endemis atau khas perairan tertentu bisa menjadi bahan pangan. Namun, pemerintah cenderung fokus membudidayakan jenis ikan pangan umum, termasuk spesies asing dan invasif. Jika budidaya ikan endemis tetap diabaikan, satu per satu kekayaan jenis asli Indonesia bisa punah.
"Ikan endemis bisa menguntungkan, tapi penelitian yang unggul sebagai bahan konsumsi sangat minim," kata peneliti budidaya ikan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Fauzan Ali, di Jakarta, Jumat (24/7). Ikan endemis Indonesia beragam. Kalimantan saja, diperkirakan ada 200 jenis ikan asli.
Ikan asing invasif untuk menyebut ikan dari luar (impor maupun luar daerah) yang dilepaskan di perairan tertentu. Ikan-ikan itu berkembang dan memangsa ikan-ikan asli/lokal.
Fauzan mencontohkan, pemerintah bisa mengucurkan dana miliaran rupiah untuk riset nila (Oreochromis niloticus) menghasilkan strain unggul, sehingga tiap lima tahun muncul strain baru: nila merah, nila gesit, dan nila nirwana. Padahal, ikan itu berasal dari Sungai Nil di Afrika.
Budidaya ikan asli kerap tak berjalan dengan alasan pertumbuhan ikan lambat, tubuh kecil, dan rasa tak enak. "Namun, itu karena belum riset. Nila juga bakal kecil-kecil jika tidak rutin ada riset," tutur Fauzan.
Ia membuktikan dengan riset awal budidaya ikan asli, karena permintaan Pemerintah Provinsi Riau, yakni ikan papuyu (Anabas testudineus), selama 2009-2011. Masyarakat Riau, Jambi, dan Kalimantan, sangat menggemari papuyu, tetapi ikan ini hanya bisa didapat saat musim hujan. Fauzan mempelajari habitat, perilaku, dan kebiasaan kawin agar bisa bertelur sepanjang tahun.
Fauzan dan tim berhasil merangsang perkawinan agar ikan terus bertelur, tetapi setelah pemijahan dan bertelur, usia anakan ikan kurang dari sepekan. Ternyata, anak papuyu sangat halus dengan ukuran mulut 90 mikron (0,09 mm) sehingga tak bisa memakan pakan terlalu besar. Lalu, tim menerapkan nanoteknologi dan menciptakan pakan ukuran nano, 50 mikron (0,05 mm).
Dana riset berkisar Rp 200 juta hingga Rp 300 juta per tahun. Namun, kata Fauzan, riset selama ini tak berjalan karena belum prioritas. Ia juga sempat diragukan saat mengajukan riset budidaya papuyu, karena ikan itu tidak laku di Jawa.
Namun, setelah dipelajari, ternyata ikan papuyu kaya omega 3 yang meningkatkan kecerdasan anak dan mengontrol kolesterol. Contoh lain, ekstrak dari ikan gabus mengandung kadar albumin tinggi yang turut mempercepat penyembuhan pasca operasi, sehingga pasien tak bolak-balik ke rumah sakit. "Jika riset tak dimulai, manfaat-manfaat itu tidak akan pernah ditemukan," kata Fauzan.
Pada sisi lain, ikan pangan endemis bisa menarik wisata konservasi lingkungan dan mempromosikan rasa khas ikan. Conohnya, Jepang mempromosikan penangkapan ikan ayu (sweetfish) yang turun ke hilir sungai setelah musim panas di daerah tertentu. Meski rasa ikan ayu tak istimewa, aktivitas pada waktu tertentu itu jadi daya tarik turis.
Dengan kata lain, budidaya ikan asli lokal tak hanya melestarikan keragaman hayati, tetapi juga mendatangkan keuntungan. Tinggal menunggu kemauan, terutama pemda.
Pakar limnologi LIPI, Gadis Sri Haryani, mengatakan, pemerintah semestinya sudah menghentikan distribusi benih ikan-ikan pangan yang umum. Apalagi spesies invasif semacam nila. "Saatnya dinas-dinas perikanan dan kelautan mengembangkan budidaya ikan khas kabupaten/kota masing-masing," ucapnya.
Peneliti karsinologi LIPI, Daisy Wowor, menuturkan, introduksi ikan asing tak hanya mengancam populasi ikan lokal, tetapi juga udang endemis. (JOG)
sumber : http://sains.kompas.com/read/2015/07/25/15000031/Budidaya.Ikan.Endemis.Belum.Jadi.Kepedulian

Minggu, 26 Juli 2015

Selamat Datang

Selamat Datang di Blog KIR Pentacara SMAN 1 Tangerang Selatan....
Salam

KIR Pentacara